Minggu, 28 Juni 2015

Perang Revolusi Perancis

Perang Revolusi Perancis adalah serangkaian konflik besar dari 1792 sampai 1802 antara Pemerintahan Revolusi Perancis dengan beberapa negara di Eropa. DItandai dengan semangat revolusioner Perancis dan inovasi militer, perang ini menyaksikan kemenangan Pasukan Revolusi Perancis yang mengalahkan sejumlah koalisi yang menentang mereka dan memperluas kekuasaan Perancis ke Belgia, Belanda, Italia, dan Rheinlandia. Perang ini melibatkan jumlah tentara yang besar, terutama karena penerapan pengerahan massa modern.
Perang Revolusi Prancis umumnya dibagi antara perang Koalisi Pertama (1792-1797) dan Koalisi Kedua (1798-1801), walaupun Perancis sedang berperang dengan Kerajaan Britania Raya terus 1793-1802. Permusuhan berhenti dengan Persetujuan Amiens tahun 1802, tetapi konflik segera dimulai lagi dengan dimulainya Peperangan era Napoleon. Perjanjian Amiens biasanya dianggap sebagai penanda akhir dari Perang Revolusi Perancis, namun peristiwa lain sebelum dan sesudah 1802 telah diusulkan untuk menjadi titik awal dari Perang Napoleon. Kedua konflik tersebut bersama-sama membentuk apa yang kadang-kadang disebut sebagai "Perang Besar Perancis".

A.     Latar Belakang
Pada 1789-1792, seluruh struktur pemerintahan Perancis berpegang teguh pada semboyan revolusi Perancis, yaitu “Liberté, Egalité, Fraternité”. Ditandatanganinya Deklarasi Pillnitz pada Agustus 1791 antara Leopold II, Kaisar Romawi Suci dengan Raja Friedrich Wilhelm II dan deklarasi perang oleh Perancis pada April 1792 membuat Perancis berada dalam keadaan perang dan mewajibkan angkatan bersenjata Perancis untuk selalu kuat siap dalam keadaan apapun. Hasilnya, Angkatan Bersenjata Revolusi Perancis memiliki peran penting terhadap struktur pemerintahan Perancis pada saat itu.
Pihak royalis yang dipimpin oleh Louis XVI  yang tertekan saat itu, pada akhirnya menyatakan perang kepada Austria untuk memperbaiki citra mereka terhadap rakyat Perancis pada saat itu. Namun, dalam beberapa waktu ke depan struktur militer di Perancis mengalami perubahan. Sebelum revolusi terjadi, 90% petinggi militer Perancis berasal dari kaum bangsawan. Sedangkan setelah 1794, hanya seitar 3% saja kaum bangsawan yang memegang peran penting dalam kehidupan kemiliteran di Perancis. Royalis Perancis pada akhirnya digulingkan, Louis XVI beserta keluarganya dihukum mati, dan para pendukung revolusi pun mengambil alih pemerintahan dan militer Perancis pada 1793.
Pengaruh revolusi begitu tinggi menancap dalam daging angkatan bersenjata Perancis. Mengubah sebuah lembaga negara yang bersih menjadi lembaga yang menakutkan dan radikal. Banyak perwira yang disingkirkan atau bahkan dihukum mati. Pemerintah menuntut para tentara agar setia dan mengabdi kepada Perancis, bukan kepada jenderalnya. Ciri dari tentara Revolusi Perancis, yang kemudian disempurnakan pada era Napoleon adalah kemampuan dalam memanfaatkan pasokan perang yang sangat efektif apabila dibandingkan dengan musuh-musuhnya yang membuatnya selalu meraih kemenangan di hampir setiap pertempuran.

B.      Perang Koalisi Pertama
Perang koalisi pertama terjadi antara Perancis melawan tentara gabungan yang disebut koalisi pertama yang terdiri atas Kekaisaran Romawi Suci, Austria, Prusia, Inggris, Spanyol, Portugal, Kerajaan Sardinia, Kerajaan Naples dan Sisilia, dan Newfoundland.

1.1   1791-1792
Pada awal 1791, monarki-monarki di Eropa merasa khawatir dengan gejolak revolusi di Perancis , mereka menganggap bahwa mereka harus turun tangan untuk mendukung kembali raja Louis XVI, berusaha untuk menghindari pengaruh revolusi Perancis menyebar ke negaranya, atau mengambil keuntungan dari kekacauan yang terjadi di Perancis. Tokoh paling penting pada saat itu adalah kaisar Kekaisaran Romawi Suci, Leopold II, yang merupakan saudara kandung dari Marie Antoinette (Istri Louis XVI). Pada awalnya, Leopold menganggap revolusi tersebut adalah hal yang lumrah, namun lama kelamaan ia merasa terganggu ketika revolusi yang terjadi di Perancis tersebut menjadi semakin radikal dan penuh kekerasan. Mesipun begitu, ia tetap menghindari sebuah peperangan. Pada 27 Agustus, Leopold, Raja Friedrich Wilhelm II dari Prusia, dan para bangsawan Perancis menandatangani Deklarasi Pilnitz, yang menyatakan membantu Raja Louis XVI beserta keluarganya namun dengan syarat Austria dan Prusia harus memperoleh kekuasaan atas Perancis. Orang-orang Perancis menganggap bahwa deklarasi tersebut merupakan sebuah ancaman serius dan sebuah pengkhianatan. Pada akhirnya, Perancis mengabaikan deklarasi tersebut.
Perancis kemudian mengeluarkan ultimatum yang menyerukan Austria harus menghentikan sikap bermusuhan dengan Perancis dan menyuruh mundur pasukan mereka di perbatasan Perancis. Namun, pihak Austria tidak menuruti perintah tersebut. Perancis yang semakin geram setelah melihat tindakan Austria melakukan sebuah pemungutan suara pada 20 April 1972 dan hasilnya adalah Perancis berperang melawan Austria. Menteri Dalam Negeri Perancis pada saat itu, Charles Dumoriez segera menyiapkan invasi cepat atas Belanda Austria. Dalam melakukan invasi tersebut, ia mengharapkan kepada penduduk lokal untuk kembali memberontak kepada pemerintah Belanda Austria seperti yang terjadi pada awal tahun 1790. Namun, revolusi yang terjadi di Perancis telah sepenuhnya mengacaukan angkatan bersenjata Perancis, dan tidak memungkinkan untuk melancarkan sebuah invasi ke negara sebesar Austria. Menyusul dibacakannya deklarasi perang, para tentara Perancis mengalami perpecahan dan membantai salah satu jenderalnya, Théobald Dillon.
Sementara pemerintah revolusi melakukan penyegaran dan mengorganisir kembali tubuh angkatan bersenjata Perancis, mayoritas tentara Prusia dan sekutunya di bawah Charles William Ferdinand, Duke of Brunswick berkumpul di Koblenz di sekitar Rhine. Pada bulan Juli, invasi dimulai dengan pasukan Brunswick dengan mudah merebut benteng pertahanan di Longwy dan Verdun. Ferdinand kemudian merancang sebuah proklamasi yang disebut Brunswick Manifesto pada bulan Juli 1792 yang ditulis oleh anggota keluarga kerajaan Perancis, Louis Joseph de Bourbon yang berisi peringatan Raja Perancis untuk mengeluarkan seluruh kekuatannya dan sebagai bentuk peringatan kepada siapapun yang berani memberontak terhadap pemerintah Louis XVI akan dikenai hukuman mati. Namun, kebanyakan dari rakyat Perancis mengabaikan perintah tersebut. Pada 10 Agustus, sekumpulan massa menyerbu Istana Tuileries, menculik raja beserta para keluarganya.
Invasi berlanjut dan ketika tiba di Valmy pada 20 September, pasukan Brunswick menemui kebuntuan melawan pasukan Charles Dumoriez dan François Kellermann yang mempunyai sistem artileri yang sangat mumpuni. Meskipun jalannya pertempuran secara teori seimbang, namun jalannya pertempuran tersebut berhasil meningkatkan moral pasukan Perancis dengan hebat. Lebih jauh, para pasukan Prusia menyadari bahwa jalannya pertempuran berlangsung lebih lama dan harus dibayar mahal yang tidak sesuai dengan prediksi awal mereka. Mereka menyadari bahwa apabila pertempuran dilanjutkan, maka Prusia harus bersedia mengalami banyaknya kerugian dan resiko yang sangat besar dengan datangnya musim dingin. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mundur dari Perancis. Keesokan harinya, monarki di Perancis benar-benar dihapuskan dan Republik Pertama Perancis didirikan pada 21 September 1792.
Sementara itu, pasukan Perancis telah memetik berbagai keberhasilan pada berbagai front. Mereka berhasil menduduki Savoy dan Nice yang pada awlanya merupakan daerah milik Kerajaan Sardinia. Sementara itu, di lain tempat Jenderal Adam Philippe menginvasi Jerman, menduduki berbagai kota di Jerman yang terletak di sekitar sungai Rhine, dan meraih Frankfurt. Sedangkan Dumoriez meneruskan strategi ofensifnya di Belanda Austria dan menghasilkan kemenangan hebat ketika melawan Austria dalam pertempuran Jemappes pada 6 November, hasilnya Perancis berhasil menduduki seluruh negara tersebut pada awal musim dingin.
1.2   1793
Spanyol dan Portugal bergabung dengan koalisi Anti-Perancis pada Januari 1793. Sedangkan Inggris memulai persiapan perang pada akhir 1792 dan menganggap bahwa perang tidak akan selesai sebelum Perancis menghentikan ekspansinya. Inggris mengusir duta besar Perancis sebagai reaksi protes atas dieksekusinya Raja Louis XVI dan pada 1 Februari 1793, Perancis meresponnya dengan mendeklarasikan perang terhadap Inggris dan Republik Belanda.
Perancis memulai sebuah kebijakan penggunaan mobilitas masa untuk meningkatkan kekuatan militer Perancis. Langkah pertama yang diambil adalah dengan mengeluarkan dekrit 24 Februri 1793 yang memerintahkan pengerahan 300.000 tentara. Kemudian, para pemuda diperbolehkan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara dengan dikeluarkannya dekrit 23 Agustus 1793 yang membuat jumlah tentara Perancis meningkat pesat jauh mengalahkan para pesaingnya. Di lain sisi, pasukan Koalisi meluncurkan sebuah operasi militer untuk menginvasi Perancis selama Kampanye Flanders.
Pada awalnya, Perancis menderita beberapa kekalahan. Mereka terusir dari Austria Belanda dan pemberontakan berkobar di daerah Perancis Barat dan Perancis Selatan. Namun, keadaan mulai berbalik arah, salah satunya terjadi di Toulon, kota pertama yang merasakan kehebatan seorang pemimpin divisi artileri Perancis, yang bernama Napoleon Bonaparte. Dia berperan penting dalam mengepung pelabuhan dan kota Toulon dengan perencanaan yang sangat efektif dalam serangan dan penempatan artileri yang ditujukan kepada pasukan pemberontak.
Di akhir tahun, pasukan Perancis yang semakin bertambah jumlahnya mulai memukul mundur pasukan asing. Selain itu, pemberontakan dapat ditekan dengan naiknya Pemerintahan Teror (sebuah pemerintahan di masa Revolusi Perancis yang dipimpin oleh Maximilien Robespierre) ke tampuk kekuasaan. Militer Perancis meraih supremasi politik pada saat itu.

1.3   1794
Memasuki tahun 1794, kesuksesan yang diraih pasukan Perancis pun waktu demi waktu pun kian bertambah. Di perbatasan Spanyol, pasukan Perancis di bawah komando Jenderal Jacques Dugommier bergerak dari markas mereka di Bayonne dan Pepignan menuju wilayah Katalan yang dikuasai Spanyol. Akhirnya, pasukan Spanyol dipaksa meninggalkan kota Rousillon dan Perancis pun menginvasi Katalan. Jenderal Dugommier terbunuh pada pertempuran Black Mountain pada November 1794. Namun, tak semua operasi militer Perancis berjalan mulus. Di front Alpen, tentara Perancis gagal menguasai Piedmont, sebuah wilayah di Italia.
Di utara, tepatnya pada Kampanye Flanders, pasukan Austria dan Perancis sama-sama mempersiapkan strategi militer ofensif di Belgia. Pasukan Austria mengepung Landrecies bergerak maju menuju Mons dan Mabeuge. Sedangkan Perancis siap untuk melakukan ofensif dalam setiap front, dengan menempatkan dua divisi pasukan di Flanders dengan satu divisi berada di bawah kendali Charles Pichegru dan Jean Moreau sedangkan divisi kedua berada di bawah komando Jean-Baptiste Jourdan yang kemudian menyerang pasukan Austria dari perbatasan Jerman. Pasukan Perancis pun dapat mengusir pasukan Austria, Inggris, dan Belanda ke luar Rhine dan pasukan Perancis pun pada akhirnya dapat menduduki Belgia, Rhineland, dan Belanda bagian Selatan.
Pada bulan Juli, Front Rhine Tengah, pasukan Jenderal Michaud melancarkan dua serangan menuju Vosges, perbatasan Kekaisaran Prusia. Searangan pertama mengalami kegagalan sedangkan serangan kedua menghasilkan kesuksesan. Namun, pertempuran Vosges tidak membuat Kekaisaran Prusia melakukan serangan balik terhadap pasukan Perancis. Sebaliknya, berbagai sector di front tersebut terasa sepi selama sisa tahun 1794.
Di lautan Atlantik, pada awal bulan Juni, para armada Perancis berhasil mennunda usaha Inggris untuk melakukan konvoy kapal laut yang membawa gandum dari Amerika Serikat meskipun harus dibayar dengan kehilangan seperempat kekuatannya. Di Karibia, armada Inggris berhasil mendarat di Martinique pada Februari, mengambil alih seluruh pulau tersebut pada 24 Maret dan tetap memegang kendali sampai disepakatinya Perdamaian Amiens. Selain itu, armada Inggris juga dapat menguasai Guadeloupe pada April 1794 namun pada akhirnya dapat diusir oleh armada Perancis di bawah Victor Hugues satu tahun kemudian. Di Mediterania, menyusul evakuasi yang dilakukan Inggris di kota Toulon, pada pemimpin Kerajaan Korsika Pasquale Paoli setuju dengan rencana Laksamana Samuel Hood untuk menempatkan Korsika di bawah perlindungan Inggris dengan maksud agar Inggris dapat lebih mudah menguasai pabrik garnisun Perancis di Saint-Florent, Bastia, dan Calvi, menghasilkan sebuah negara berusia pendek bernama Kerajaan Anglo-Korsika.
Tahun 1794 dijalani oleh Perancis dengan meraih sebuah kemenangan di seluruh front dan di akhir tahun, mereka memulai ekspansi menuju Belanda.

1.4   1795
Setelah menduduki Belanda dengan sangat cepat, Perancis membentuk sebuah negara boneka bernama Republik Batavia. Tahun 1795 dibuka dengan pasukan Perancis menyerang Republik Belanda di pertengahan musim dingin. Banyak rakyat Belanda menerima tawaran Perancis untuk bekerja sama dan memulai revolusi Batavia. Kota demi kota diduduki oleh Perancis dengan mudah. Para armada Belanda tertangkap, dan pemegang kekuasaan Belanda pada saat itu, William V, melarikan diri dan digantikan oleh Louis Napoleon dan Republik Batavia yang mendukung revolusi serta menandatangani sebuah perjanjian perdamaian dengan Perancis, dan memaksa Batavia menyerahkan wilayah Brabant Utara dan Maastricht ke Perancis pada 16 Mei.
Dengan jatuhnya Belanda, Prusia pun memilih untuk meninggalkan koalisi dan menandatangani perdamaian Basel pada 6 April yang memaksa Prusia untuk menyerahkan wilayah tepi barat sungai Rhine kepada Perancis. Hal tersebut memaksa Prusia untuk mengakhiri pendudukannya di Polandia.
Pasukan Perancis terus melaju memasuki Spanyol dan mengambil alih kota Bilbao dan Vitoria serta memulai penyerangan menuju Castille. Pada 10 Juli, Spanyol pun ikut berdamai dengan Perancis, mengakui pemerintahan revolusi, serta menyerahkan wilayah Santo Domingo. Hal tersebut membuat Perancis memindahkan tentara yang berada di Pyrennes (perbatasan Spanyol-Perancis) ke front Alpen.
Sementara itu, usaha Inggris untuk mempersenjatai pemberontak Perancis dengan mendaratkan tentaranya di Quiberon mengalami kegagalan, dan sebuah konspirasi untuk menggulingkan pemerintah republikan berakhir ketika garnisun Napoleon Bonaparte menggunakan meriam untuk menyerang massa.
Di front Rhine, Jenderal Pichegru bernegosiasi dengan para Royalis yang diasingkan, mengkhianati pasukannya. Ini merupakan sebuah kemunduran bagi posisi Perancis.
Kemenangan Perancis di Italia Utara pada pertempuran Loano pada November memberikan Perancis akses menuju Semenanjung Italia.

1.5   1796
Pasukan Perancis mempersiapkan sebuah agresi besar dalam tiga front, Joudan dan Moreau di Rhine, sedangkan Bonaparte di Italia. Ketiga pasukan tersebut bertemu di Tyrol dan penaklukan Vienna. Jourdan dan Moreau melaju dengan cepat menuju Jerman. Moreau akhirnya sampai di Bavaria dan pinggrian Tyrol pada September, sedangkan Jourdan dikalahkan oleh Archduke Charles. Kedua pasukan tersebut pada akhirnya dapat dipukul mundur menyeberangi sungai Rhine.
Napoleon di lain sisi terbilang sangat sukses dalam menginvasi Italia. Sebelumnya, dia meninggalkan Paris pada 11 Maret menuju Nice untuk mengambil alih pasukan Perancis di Italia yang lemah dan mendapatkan bantuan yang sangat buruk. Ia sampai pada 26 Maret. Pasukan tersebut sudah diberi pasokan bantuan dan direorganisir ketika Napoleon sampai, dan ia menyadari bahwa situasi berubah menjadi jauh lebih baik. Dengan segera ia dapat menjalankan rencananya untuk menginvasi Italia yang telah ia rencanakan selama bertahun-tahun. Ia memulai invasi tersebut dengan melakukan penyerangan terhadap posisi musuh di Ceva.
Kampanye Montenotte dibuka setelah pasukan Austria di bawah komando Johann Beaulieu menyerang divisi timur Perancis di dekat Genoa pada 10 April. Napoleon kemudian membalasnya dengan menyerang dan menghancurkan pasukan sekutu yang terisolasi dalam pertempuran Montenotte pada 12 April. Hari berikutnya ia mengalahkan pasukan Austria-Sardinia dalam pertempurn Millesimo. Ia kemudian meraih kemenangan pada pertempuran Dego Kedua, mengusir divisi Timur Laut Austria, jauh dari orang-orang Piedmont yang merupakan salah satu sekutunya. Puas dengan melemahnya pasukan Austria, Napoleon menyerang orang-orang Piedmont dalam pertempuran Mondovi. Seminggu kemudian, pada 28 April, orang-orang Piedmont menyepakati sebuah gencatan senjata di Cherasco dan mundur dari pertempuran. Pada 18 Mei mereka menandatangani Traktar Perdamaian Paris , memaksa sekutu untuk menyerahkan wilayah Savoy dan Nice.
Setelah berhenti sejenak, Napoleon melaksanakan taktik briliannya untuk menjepit pasukan Austria di Italia. Ia menyeberangi sungai Po di Piacenza, memotong dan mengepung pergerakan pasukan Austria. Pasukan Austria akhirnya dapat melarikan dalam pertempuran Fombio, pasukan yang tertangkap dianiaya di Lodi pada 10 Mei, setelah Perancis berhasil menduduki Milan. Napoleon kemudian mengalihkan serangannya ke timur, mengusir tentara Austria dalam pertempuran Borghetto dan pada bulan Juni dimulailah pengepungan Mantua. Mantua adalah pangkalan militer terbesar milik Austria di Italia. Sementara itu, orang-orang Austria mundur ke utara melewati kaki bukit Tyrol.
Selama Juli dan Agustus, Austria mengirimkan pasukan yang masih segar ke Italia yang dipimpin oleh Dagobert Wurmser. Wurmser menyerang Mantua di sepanjang sisi timur Danau Garda dan mengirim Peter Quasdanovich menuju sisi barat dalam upaya mengepung Napoleon. Napoleon memanfaatkan kesalahan Austria dalam membagi pasukannya dengan mengalahkan mereka secara mendetil, namun ia meninggalkan pengepungan Mantua yang terjadi selama enam bulan. Wurmser akhirnya mundur menuju Tyrol dan Napoleon melanjutkan pengepungan.
Pada September, Napoleon melakukan pertempuran melawan pasukan Trento di Tyrol, namun Wurmser telah pergi meninggalkan Mantua melewati lembah di sekitar Sungai Brenta, meninggalkan pasukan Paul Davidovich untuk menahan serangan Perancis. Napoleon kemudian menyerbu pasukan yang tertahan dalam pertempuran Rovereto. Kemudian ia menyusul Wurmser mengarungi lembah Brenta untuk menghabiskan pasukan Austria pada pertempuran Bassano pada 8 September. Pasukan Austria dapat menghindari usaha Napoleon dalam memotong pergerakan mereka namun terpaksa memasuki sebuah kota setelah pertempuran sengit pada 15 September. Setidaknya 30.000 orang Austria terjebak di dalam benteng di kota tersebut. Banyak sekali tentara yang mati akibat penyakit dan kelaparan.
Austria mengirim pasukan yang lain di bawah József Alvinczi untuk melawan Napoleon pada November. Lagi, Austria membagi pasukan mereka. Pasukan Davidovich menyerang dari utara sedangkan pasukan Alvinczi menyerang dari timur. Pada awalnya Austria meraih kemenangan atas Perancis di Bassano, Calliano, dan Caldiero. Namun pasukan Napoleon pada akhirnya mengalahkan Alvinczi pada pertempuran Arcole di tenggara Verona. Tentara Perancis kemudian beralih kepada pasukan Davidovich dengan kekuatan penuh dan mengejar mereka hingga ke Tyrol. Satu-satunya serangan mendadak yang dilakukan Austria  ternyata terlambat dan tidak efektif.
Pemberontak Vandée akhirnya dapat dihancurkan oleh Louis Hoche, namun usaha Hoche dalam menginvasi Irlandia hanya berbuah kegagalan.

1.6   1797
Pada 14 Februari, Laksamana Inggris, John Jervis mengalahkan armada Spanyol di perairan Portugal dalam pertempuran Cape St. Vincent. Namun, armada Inggris melemah selama 1797 oleh pemberontakan Spithead dan Nore yang dilancarkan oleh para pelaut dari Royal Navy.
Pada 22 Februari Perancis menginvasi Inggris. Pasukan Perancis yang beranggotakan 1.400 tentara dari La Legion Noire (Legiun Hitam) pimpinan orang Amerika Serikat yaitu Kolonel William Tate mendarat di Fishguard, Wales. Mereka segera bertemu dengan pasukan Inggris beranggotakan 500 pelaut dan tentara pimpinan John Campbell. Setelah terjadi bentrokan singkat dengan penduduk local dan pasukan John Campbell pada 23 Februari, akhirnya Tate menyerah tanpa syarat pada 24 Februari.
Di Italia, pasukan Napoleon masih melakukan pengepungan Mantua pada awal tahun, dan usaha orang-orang Austria di bawah Alvinczy untuk menghentikan pengepungan gagal pada pertempuran Rivoli, di mana Perancis meraih kemenangan telak. Akhirnya, pada 2 Februari, Wurmser beserta 18.000 pasukannya menyerah di Mantua. Dengan ditaklukannya Mantua, maka Napoleon memiliki keleluasaan untuk menyerang jantung Austria. Ia langsung melancarkan agresinya menuju Alpen Julian dan mengirim Barthélemy Joubert untuk menginvasi Tyrol.
Archduke Charles dari Austria dengan terburu-buru bertolak dari Jerman menuju Austria, namun ia dan pasukannya dapat ditaklukan di Tagliamento pada 16 Maret. Napoleon pun mulai masuk ke dalam wilayah Austria, menduduki Klagenfurt dan bersiap untuk menaklukan Wina, ibukota Austria. Di Jerman, pasukan Hoche dan Moreau menyeberangi sungai Rhine kembali pada bulan April. Kemenangan Napoleon tersebut membuat Austria ketakutan dan berusaha untuk melakukan perdamaian dengan ditandatanganinya Traktat Campo Formio dan Austria terpaksa memberikan wilayah Belanda Austria kepada Pernacis dan mengakui perbatasan Perancis di sepanjang sungai Rhine.
Dengan tersisanya Inggris sebagai musuh tunggal Perancis, maka dengan itu Koalisi Pertama dinyatakan bubar.
1.7   1798
Dengan tersisanya Inggris yang harus berjuang sendiri melawan Perancis dan tidak memiliki angkatan laut yang cukup untuk mengalahkan Perancis, maka Napoleon melancarkan sebuah invasi ke Mesir pada 1798, yang akan memuaskan hasratnya. Secara logika, operasi militer tersebut tidak terlalu menguntungkan bagi Perancis, namun dianggap dapat mengancam dominasi Inggris di India.
Napoleon berlayar dari Toulon dan Alexandria. Mengambilalih kepulauan Malta di perjalanan, dan mendarat di Alexandria pada bulan Juni. Dalam perjalanannya menuju Kairo, ia meraih sebuah kemenangan hebat dalam pertempuran Piramid. Meski begitu, armadanya ditenggelamkan oleh armada Horatio Nelson dalam pertempuran Sungai Nil, membuatnya terdampar di Mesir dan menghabiskan tahunnya untuk memperkukuh posisinya di Mesir.
Pemerintah Perancis juga mengambil sebuah langkah untuk mengintervensi perselisihan internal yang terjadi di Swiss, menduduki Swiss, membentuk Republik Helvetia, dan menganeksasi Genoa. Perancis juga memecat Paus Pius VI dan mendirikan sebuah republik di Roma.
Sebuah pasukan ekspedisi Perancis dikirim ke County Mayo, Irlandia untuk membantu pemberontakan melawan pemerintahan Inggris pada musim panas 1798. Pada awalnya pasukan Perancis meraih kemenangan dan yang paling dikenal adalah kemenangan pada pertempuran Castlebar. Namun, pasukan Perancis mengalami hambatan ketika mencoba untuk memasuki Dublin. Kapal Perancis yang dikirim untuk membantu mereka dihancurkan oleh Royal Navy di County Donegal sehingga pasukan Perancis yang berada di Irlandia menjadi santapan empuk tentara Inggris. Seketika pasukan Perancis hancur dan niat untuk menginvasi Irlandia diurungkan.
Pasukan Perancis yang berada di Belanda Selatan dan Luksemburg juga mengalami tekanan di mana penduduk lokal memberontak melawan kebijakan wajib militer dan kekerasan anti-agama.
Orang-orang Perancis pada 1798 bertempur melawan Amerika Serikat di laut dalam sebuah peperangan yang tidak pernah dideklarasikan yang disebut Perang Quasi. Perang tersebut diselesaikan dengan damai dengan disepakatinya Konvensi London tahun 1800.

C.      Perang Koalisi Kedua
Inggris dan Austria membentuk sebuah koalisi untuk melawan Perancis pada 1798, Kekaisaran Rusia untuk pertama kali bergabung dengan koalisi meskipun tidak pernah ikut serta dalam peperangan kecuali ketika melawan Kerajaan Sisilia. Koalisi tersebut dinamakan Koalisi Kedua. Perang koalisi kedua terjadi antara Perancis dan sekutunya (Spanyol, Polandia, Denmark-Norwegia, dan negara satelit Perancis) melawan pasukan koalisi kedua yang terdiri dari Kekaisaran Romawi Suci, Austria, Inggris, Rusia, Portugal, Kerajaan Naples, dan Kesultanan Ottoman.

1.8   1799
Napoleon memperkuat posisinya selama berada di Mesir. Segera setelah memasuki awal tahun, ia dan tentaranya menginvasi Suriah, merebut El Arish dan Jaffa. Pada 17 Maret ia mengepung Acre dan mengalahkan tentara Kekaisaran Ottoman yang ingin membantu kota tersebut pada pertempuran Gunung Tabor pada 17 April. Meskipun begitu, serangan bertubi-tubi tentara Napoleon terhadap kota Acre akhirnya dapat dihentikan oleh tentara Ottoman dan Inggris di bawah komando Jezzar Pasha dan Sir Sidney Smith. Memasuki bulan Mei, banyak tentara Napoeon mulai  terjangkit wabah penyakit dan usaha untuk merebut kota Acre mengalami kegagalan sehingga pada akhirnya tentara Napoleon mundur kembali menuju Mesir. Pada bulan Juli, pasukan Ottoman dengan bantuan Inggris melancarkan invasi ke Mesir melalui laut. Namun, angkatan laut Napoleon masih terlalu tangguh, mereka menyerang pos pertahanan pantai Ottoman dan menghancurkan armada Turki pada pertempuran Teluk Aboukir sehingga pasukan Napoleon meraih kemenangan telak. Mendengar adanya krisis politik dan militer yang terjadi di Perancis daratan, Napoleon memutuskan untuk kembali ke Eropa pada bulan Agustus, meninggalkan tentaranya di Mesir dan mengangkat Jean Baptiste Kléber sebagai pemegang komando tertinggi pasukan Perancis di Mesir. Ia mengarungi lautan Mediterania untuk kembali ke Paris dan mengambilalih pemerintahan melalui sebuah kudeta.
Di Eropa, pimpinan tertinggi Tentara Pengamat Perancis mengirimkan 30.000 tentara yang terbagi dalam 4 divisi, menyeberangi sungai Rhine di Kehl dan Basel pada bulan Maret 1799. Pasukan tersebut dinamakan “Army of the Danube” atau “Tentara Danube”.  Di bawah komando Jean-Baptiste Jourdan, para tentara dibagi menjadi empat. Divisi Pertama, sayap di bagian kanan, berpusat di ningen, melewati Basel dan maju ke timur melalui jalur di sepanjang Sungai Rhine melalui Danau Constance. Divisi Kedua, sayap di bagian kiri, maju menyeberangi Kehl dengan melewati jalur yang bergunung-gunung via Freudenstadt. Sedangkan Divisi Ketiga dan Divisi Keempat (Pasukan Cadangan) juga ikut menyeberangi Kehl, namun pada akhirnya kedua divisi tersebut berpisah. Divisi Ketiga menjelajahi Hutan Hitam via Oberkirch, sedangkan Divisi Keempat yang kebanyakan berisikan pasukan artileri dan kavaleri pergi menuju lembah di Freiburg am Breisgau.
Di front lain, pasukan terkuat Austria di bawah komando Achduke Charles’ yang sedang berada di sisi timur Sungai Lech harus berhadapan dengan musim dingin yang ganas. Hal tersebut segera diketahiu oleh Jourdan yang telah mengirim mata-mata ke Jerman untuk melakukan spionase terhadap kekuatan lawan dan kondisi alam di tempat tersebut.
Pada pertengahan Maret 1799, Tentara Danube harus menghadapi dua pertempuran besar, keduanya terjadi di Jerman bagian barat daya. Yang pertama adalah pertempuran Ostrach yang berlangsung pada 21 Maret 1799 hingga 2 April 1799. Pertempuran tersebut merupakan pertempuran pertama dari Perang Koalisi Kedua. Pasukan Austria di bawah komando Archduke Charles akhirnya dapat mengalahkan tentara Jourdan. Perancis menderita kerugian yang cukup besar dan dipaksa mundur dari daerah tersebut. Tak berbeda jauh dengan pertempuran sebelumnya, pada pertempuran kedua yang terjadi di Stockach pada 25 Maret 1799, pasukan Austria pun meraih kemenangan telak atas Perancis dan kembali menekan tentara Perancis di barat. Jourdan kemudian memerintahkan jenderalnya untuk mengambilalih pasukan yang sedang bertugas di Hutan Hitam, sedangkan dirinya mendirikan markas di Hornberg. Dari situlah, Jourdan menyerahkan komandonya kepada Jean Augustin Ernouf dan kembali ke Paris untuk meminta peningkatan kuantitas dan kualitas tentara dan tentunya, bantuan medis.
Tubuh angkatan bersenjata Perancis ditata kembali. Kini, angkatan bersenjata Perancis yang baru digabungkan dengan angkatan bersenjata Helvetia (Swiss) di bawah komando André Masséna. Dengan perubahan tersebut, para tentara ikut berpartisipasi dalam beberapa pertempuran kecil yang berkecamuk di Swiss bagian timur, termasuk pertempuran Winterthur. Beberapa hari kemudian, pada pertempuran Zürich Pertama, Masséna menuju ke timur, melewati Sungai Limmat. Pada akhir musim panas 1799, Archduke Charles dari Austria diperintahkan untuk membantu pasukan Austria di daerah Rhine bagian tengah, ia mundur ke utara meninggalkan pasukan yang berada di Zürich dan Swiss Utara dan menyerahkan kendali kepada pasukan Rusia yang berjumlah 25.000 tentara di bawah komando Alexander Korsakov yang kurang pengalaman. Bahkan bantuan pasukan pimpinan Friedrich Freiherr von Hotze berisi 15.000 tentara yang dikenal sangat kuat pun tak sanggup untuk melindungi pertahanan buruk yang dirancang oleh Korsakov. Pada pertempuran Zürich Kedua, pasukan Rusia dapat dihancurkan dan Hotze terbunuh di Zürich bagian selatan.
Di Perancis, Napoleon yang kembali ke negaranya setelah pergi berjuang di Mesir dengan memanfaatkan popularitas dan kekuatan militernya pada akhirnya melancarkan sebuah kudeta kepada pemerintahan yang sah dan diangkat menjadi kepala negara Perancis.

1.9   1800
Di Italia, orang-orang Austria di bawah komando Jenderal Melas melakukan penyerangan, dan pada minggu ketiga di bulan April merangsak maju hingga Sungai Var, dan berhasil mengepung pasukan André Masséna di Genoa via daratan dengan dibantu Inggris yang mengepung Perancis via laut. Sebagai reaksi atas peristiwa tersebut, petinggi militer Perancis, Louis-Alexandre Bertier, bergerak menuju Genoa untuk membantu Masséna dan memberi instruksi kepada Masséna untuk mempertahankan Genoa sampai 4 Juni. Tentara cadangan di bawah Napoleon segera bergabung dan pada pertengahan Mei mulai bergerak menuju Genoa melalui Alpen. Pada 24 Mei, 40.000 tentara cadangan Perancis sampai di lembah sungai Po, beberapa kilometer dari Genoa.
Ketika melewati Pegunungan Alpen, Napoleon tidak meneruskan perjalanan ke Genoa, tetapi meneruskan perjalanannya menuju Milan, untuk memperbaiki jalur komunikasi (melalui simpangan Simplon dan St. Gothard) dan untuk menghancurkan jalur komunikasi pasukan Melas dengan Mantua dan Wina. Ia memasuki Milan pada 2 Juni dan dengan menyeberangi tepi selatan sungai Po, Napoleon dapat memotong jalur komunikasi pasukan Melas. Ia kemudian membangun posisi pertahanan yang kuat dan dengan percaya diri menantikan serangan dari pasukan Austria.
Meskipun begitu, Melas tidak menghentikan pengepungan kota Genoa, dan pada 4 Juni, sebagaimana semestinya, Masséna menyerah. Napoleon kemudian menghadapi kemungkinan bahwa Austria menjadikan Genoa sebagai markas barunya dan akan mendapatkan pasokan dari laut. Dengan begitu, maka Napoleon harus menemukan dan menyerang pasukan Austria yang lain agar tidak berkumpul dan bersatu satu sama lain. Oleh karena itu, ia bergerak dari Stradella menuju Alessandria, di mana Melas yang rupanya tidak melakukan apa-apa berada. Yakin bahwa Melas akan mundur, maka Napoleon mengirim sebuah armada kuat untuk memblokir jalur yang dilewati pasukan Melas di utara Sungai Po dan bagian selatan Genoa. Di titik ini, Melas menyerang dan Napoleon menyadari sendiri kerugian besar yang dialami dalam pertempuran Marengo pada 14 Juni. Napoleon dan tentara Perancis lainnya berada di bawah tekanan yang sangat besar pada jam-jam awal pertempuran. Melas percaya bahwa ia telah memenangkan pertempuran dan menyerahkan detik-detik terakhir pertempuran kepada bawahannya. Tiba-tiba, datanglah sebuah detasemen Perancis di bawah komando Louis Charles Desaix dan sebuah serangan balik cepat pada akhirnya membalikkan keadaan menghasilkan sebuah kemenangan telak bagi Perancis. Austria kehilangan separuh pasukannya, sedangkan Perancis kehilangan salah satu pemimpin hebatnya, Louis Charles Desaix.
Melas dengan segera melakukan negosiasi yang membuat Austria mengevakuasi Italia Utara, dan menunda berbagai operasi militer di Italia. Sedangkan di sisi lain, Napoleon kembali ke Paris setelah kemenangan briliannya, meninggalkan Guillaume Brune untuk memperkuat posisinya di Italia dan memulai kampanye militer di Austria.
Sedangkan di front Jerman, pasukan Perancis dan Austria bertemu satu sama lain di daerah Rhine pada awal 1800. Feldzeugmeister (General Fieldmarshall) Pál Kray memimpin sekitar 120.000 tentara. Sebagai tambahan, pasukannya terdiri dari 12.000 orang  Bavaria, 6.000 berasal dari Kepangeranan Württemberg, 5.000 berasal dari Mainz, dan 7.000 orang berasal dari Tyrol. Dari jumlah tersebut, 25.000 ditugaskan di sisi timur Danau Constance untuk melindungi Voralberg. Kray menempatkan pasukan utamanya yang terdiri atas 95.000 orang di sepanjang perbatasan utara Swiss hingga perbatasan timur Perancis. Dengan tidak beruntung, Kray mengatur pasukannya di Stockach hanya sehari sebelum Perancis menguasai Swiss.
Jenderal Jean Moreau memimpin 137.000 tentara Perancis bersenjata lengkap. Dari jumlah tersebut, 108.000 tentara siap bertempur dalam operasi lapangan sedangkan 29.000 lainnya memantau perbatasan Swiss dan mempertahankan pos pertahanan di Rhine. Konsul Napoleon Bonaparte menawarkan sebuah rencana untuk menjepit pasukan Austria dengan sebuah serangan dari Swiss, namun Moreau menolak untuk mengikutinya. Pada akhirnya, Moreau malah bergerak melewati lereng timur Hutan Hitam.Pada 3 Mei 1800, meletuslah pertempuran di Engen dan Stockach antara tentara Republik Perancis Pertama di bawah Jean Moreau melawan Habsburg Austria di bawah pimpinan Pál Kray . Pertempuran di Engen menghasilkan kerugian berat bagi kedua belah pihak. Dengan hilangnya basis persediaan makanan dan senjata di Stockach, Kray memerintahkan pasukannya untuk mundur ke Messkirch, sebuah tempat di mana ia merasakan posisi bertahan yang lebih baik. Hal itu menandakan bahwa dengan mundurnya Kray, maka jalur pasukan Austria di Swiss dan Voralberg terputus.
Pada 4 dan 5 Mei, Perancis melancarkan serangan ke Messkirch namun hanya menghasilkan kesia-siaan. Di dekar Krumbach, di mana Austria memiliki keunggulan kekuatan dan posisi, tentara Perancis dapat merebut desa dan daerah penting di sekitarnya, yang dapat memudahkan Perancis untuk melakukan serangan ulang ke Messkirch. Kemudian, Kray memerintahkan pasukannya untuk mundur menuju Sigmaringen. Namun, pergerakan Kray terus diikuti oleh Perancis yang semakin lama semakin dekat. Pertempuran di sekitar Biberach an der Ris terjadi pada 9 Mei. Pertempuran tersebut berlangsung antara 25.000 tentara Perancis pimpinan Laurent de Gouvion Saint-Cyr melawan pasukan Austria. Setelah terjepit oleh Moreau, yang dapat menguasai Ulm setelah pertempuran Höchstädt, Kray mundur kembali menuju Munich. Lagi, sehari berikutnya pada 10 Mei, pasukan Kray dapat dipukul mundur menuju Ulm.
Gencatan senjata disepakati dan berlangsung selama beberapa bulan dan posisi Kray digantikan oleh Archduke John. Pada akhirnya, keengganan Austria untuk menerima negosiasi perdamaian dengan Perancis membuat Perancis mengakhiri gencatan senjata pada pertengahan November. Ketika gencatan senjata berakhir, John bergerak menuju Inn melalui Munich. Namun, pasukannya dapat dikalahkan dalam pertempuran-pertempuran kecil di Ampfing dan Neuburg an der Donau. Di lain sisi, secara meyakinkan pada 3 Desember di sebuah hutan di Hohenlinden pasukan Moreau memulai kampanye menuju Wina, dan pada akhirnya pihak Austria dituntut untuk berdamai. Sebuah kesepakatan damai ditandatangani dan perang antara Perancis dan Austria pun berakhir.

1.10            1801
Pada 9 Februari, Austria menandatangani Traktat Lunéville yang mengakhiri peperangan. Namun pertempuran melawan Inggris tetap berlangsung dan pasukan Ottoman menginvasi Mesir pada Maret 1801, membunuh Kléber di Heliopolis. Pasukan Perancis yang hampir habis di Mesir akhirnya menyerah pada bulan Agustus.
Pertempuran di laut pun tetap berlanjut. Negara-negara netral seperti Rusia, Prussia, Denmark, dan Swedia bersatu untuk melindungi kapal-kapal netral dari serangan angkatan laut Inggris, namun mengalami kegagalan. Laksamana Inggris, Horatio Nelson menentang perintah dan menyerang armada Denmark di pelabuhan pada pertempuran Kopenhagen, menghancurkan hampir semua kapal yang ada di situ. Namun sebuah gencatan senjata disepakati, mencegah armada Inggris untuk melanjutkan serangan ke laut Baltik untuk menyerang armada Rusia di Tallinn. Sementara di Gibraltar, skuadron Perancis pimpinan Linois yang kalah jumlah secara mengejutkan dapat menahan serangan pertama Inggris di bawah pimpinan James Saumarez pada pertempuran Algericas Pertama. Namun pada pertempuran Algericas Kedua empat hari kemudian, armada Inggris dapat merebut kapal perang Perancis dan menenggelamkan dua kapal lainnya, membunuh sekitar 2.000 orang Perancis sedangkan Inggris hanya kehilangan 12 pasukannya.

1.11            1802
Pada 1802, Perancis dan Inggris menyepakati Traktat Amiens yang menandakan akhir dari peperangan. Hal tersebut memulai periode damai terpanjang antara 1792-1815. Berlakunya traktat tersebut merupakan sebuah transisi anara Perang Revolusi Perancis menuju Peperangan era-Napoleon. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar